BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang masalah
Di dalam
lembaga apapun yang bersentuhan langsung dengan masyarakat terutama yang
menyangkut pelayanan publik hal penting yang paling dituntut adalah performa
lembaga tersebut baik manusia, birokrasi/prosedur hingga teknologi pendukung.
Contohnya jika kita hendak membuat KTP atau SIM. Kita pasti ingin
mendapatkan dua surat penting tersebut lebih cepat, kalau bisa tidak hitungan
hari lagi namun jam. Alih-alih mewujudkan harapan tersebut, yang terjadi kerap
kali adalah sebuah pemandangan pola kerja manusia yang lamban, birokrasi
beberapa meja, dan teknologi usang yang terlihat aneh di jaman hi-tech ini.
Lalu ilmu kebatinan pun dimunculkan, “mengapa kinerja lembaga ini begitu buruk?
Tidakkah ada usaha untuk memperbaiki performa kerja mereka?” Hasilnya adalah
kekecewaan masyarakat karena bagaimanapun alasan situasional yang dikemukan
oleh lembaga telah menimbulkan persoalan-persoalan antara lain:
- Pemborosan waktu
- Pemborosan biaya kedua belah pihak
- Ketidakefektifan proses pembuatan
Melihat
berbagai masalah di atas maka yang dibutuhkan adalah sebuah proses perbaikkan
atau peningkatan performa. Performa siapa? Tentu semua unsur yang terlibat di
dalam lembaga atau instansi yang ada, yang memiliki kepentingan langsung dengan
publik.
Lalu
bagaimana dengan dunia pendidikan? Apakah unsur di dalam pendidikan juga
membutuhkan peningkatan performa? Jawabnya adalah ya dan harus karena
pendidikan adalah bidang yang memiliki hubungan paling dekat bahkan melekat
dengan masyarakat yaitu peserta didik dan pengguna output dari pendidikan
tersebut. Dengan merujuk pada tulisan Michael Molenda dan James A. Pershing “Improving
Performance” dalam buku Educational Technolog: A Definition
with Commentary karya Alan Januszweski and Michael Molenda (2008),
makalah ini akan mengulas bagaimana teknologi dapat dipakai untuk menambah
keterlibatan unsur pendidikan dalam rangka meningkatkan kinerja manusia.
Batasannya adalah pada peningkatan performa dengan keterlibatan pendidikan
bukan seluas yang dimaksud oleh HPT (human performance technology) atau
teori manajemen.
1.2 Rumasan masalah
1.Apa pengertian
teknologi pendidikan?
2.Apa tujuan
teknologi pendidikan?
3.macam-macam
meningkatkan kinerja dan kualitas manusia?
4.kata kinerja
dihubungkan menjadi dua?
1.3 Tujuan penulisan
1. Menjelaskan
tentang definisi teknologi pendidikan.
2. Menjelaskan
tujuan pendidikan teknologi.
3. Menjelaskan
macam-macam meningkatkan kinerja dan kualitas manusia
4. Menjelaskan kinerja dihubungakan menjadi dua.
BAB 2 PEMBAHASAN
Meningkatkan Kinerja Teknologi pendidikan
a) Memecahkan masalah belajar atau memfasilitasi
pembelajaran agar efektif, efisien dan menarik; dan
b) Meningkatkan
kinerja.
Dalam
teknologi pendidikan improving performance atau
diterjemahkan sebagai meningkatkan kinerja lebih sering merujuk pada suatu
pernyataan mengenai keefektifan; bisa merupakan cara-cara yang diharapkan
membawa hasil yang berkualitas, produk yang diharapkan dapat menciptakan proses
belajar yang efektif, dan perubahan-perubahan kompetensi yang dapat diterapkan
di dunia nyata. Makna belajar itu pun menhBelajar merupakan suatu rangkaian proses
interpretasi berdasarkan pengalaman yang telah ada, interpretasi tersebut
kemudian dicocokan pengalaman-pengalaman baru.
Efektif
sering kali berdampak pada efisiensi, yaitu hasil yang dicapai dengan
penggunaan waktu, tenaga, dan biaya seminim mungkin. Namun apa yang dimaksud
dengan efisien sangatlah tergantung pada tujuan yang hendak dicapai. Efisiensi
dalam gerakan pengembangan instruksional sistematis didefinisikan sebagai
menolong peserta didik mencapai tujuan-tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya
yang diukur dengan evaluasi terstruktur (tes, ulangan, dsb). Oleh sebab
itu proses kegiatan belajar dilakukan dengan tahapan-tahapan yang sistematis.
Pandangan ini berbeda dengan pendekatan cara belajar konstruktivis. Cara
pandang konstruktivis menekankan pada posisi peserta didiklah yang menentukan
tujuan mereka sendiri dan bagian apa yang hendak dipelajari. Belajar yang benar
dan berhasil adalah apabila ilmu pengetahuan dapat dipahami secara mendalam,
dialami, dan diterapkan untuk mengatasi masalah-masalah di dunia nyata, bukan
berdasar hasil ujian atau ulangan. Konstruktivisme cenderung mempersoalkan
perancangan lingkungan belajar daripada pentahapan kegiatan pembelajaran.
Lingkungan belajar ini merupakan konsteks yang kaya, baik dari landasan
pengetahuan, masalah yang otentik, dan perangkat yang digunakan untuk
memecahkan masalah. Itulah sebabnya efisiensi tergantung pada apa tujuan yang
hendak dicapai dalam proses belajar.
Sementara
kata performance atau kinerja merujuk pada dua hal yang saling
berkesinambungan:
a)
Kemampuan peserta didik untuk menggunakan dan mengaplikasikan kompetensi baru
yang telah dicapainya; bukan sekedar mendapat pengetahuan kemudian stagnan,
namun pengetahuan itu meningkatkan kompetensi dan kompetensi tersebut dapat
diaplikasikan secara nyata.
b)
Selain menolong peserta didik memiliki kompetensi yang lebih baik, alat dan
ide-ide teknologi pendidikan dapat membantu para guru maupun perancang
pembelajaran menjadi tenaga pendidik yang lebih mumpuni. Hasilnya mereka dapat
menolong berbagai institusi mencapai tujuan dengan lebih baik.
Itulah
mengapa teknologi pendidikan menyatakan dirinya sebagai salah satu bidang yang
punya kemampuan untuk meningkatkan produktifitas pada level individu yaitu
peserta didik dan tenaga pendidik hingga level organisasi.
Dalam
tulisan Molenda dan Pershing makna peningkatan performa atau kinerja dibatasi
pada keterlibatan teknologi dalam bidang pendidikan semata. Artinya bahwa
teknologi dapat meningkatkan peran pendidikan untuk memperbaiki kinerja dan
kualitas manusia.
A. Peningkatan
Kinerja Peserta Didik Sebagai Pribadi
Pembelajaran
dewasa ini menghadapi dua tantangan. Tantangan pertama, adanya perubahan
persepsi tentang belajar itu sendiri dan tantangan kedua adanya
teknologi informasi dan telekomunikasi yang memperlihatkan perkembangan
yang sangat luar biasa. Dalam kerangka pembelajaran individual, teknologi
pendidikan sebagai sebuah studi berupaya untuk meningkatan kinerja atau
performa peserta didik melalui beberapa cara yaitu:
1.
Memberi pengalaman belajar bernilai lebih dengan difokuskan pada tujuan yang
hendak dicapai, bukan sekedar keberhasilan melewati serangkaian test
terstruktur.
2.
Alih-alih menghafal pelajaran, melalui pemanfaatan teknologi
pengalaman-pengalaman belajar yang didapat diharapkan dapat membawa pada
tingkat pemahaman yang lebih dalam. Jika proses belajar ini dibuat lebih
bernilai dengan mendesainnya sedemikian rupa, maka pengetahuan dan kompetensi
yang baru dapat tertransfer lebih baik lagi.
Individual
learning atau
pembelajaran individual dapat diartikan “the ability of individuals to
experience personal growth in their interactions with the world around them.”(www.ask.com). Melalui
pembelajaran individual peserta didik langsung mengalami apa yang
dipelajarinya, membangun sebuah pemahaman dengan model self-discovery sehingga
penghayatan akan makna pelajaran menjadi lebih dalam tertanaman. Ada sebuah
pepatah Cina kuno yang mengatakan
“Apa yang saya dengar, saya lupa; apa yang saya
lihat, saya ingat;
Apa yang saya lakukan, saya paham.”
Apa yang saya lakukan, saya paham.”
Pembelajaran
bernilai lebih yang dimaksud oleh teknologi pendidikan adalah bahwa melalui
aplikasi teknologi dalam bidang pendidikan:
1.
Tujuan pembelajaran yang berfokus pada tes atau ujian yang sifatnya sangat
dangkal dapat diubah. Artinya bahwa pembelajaran bagi siswa bukanlah sekedar
menggali kemampuan kognitif, apalagi pada tingkat kognitif yang rendah yaitu
pengetahuan dan pemahaman. Tujuan pembelajaran yang sekedar “berhasil dalam
ujian” sudah pasti tidak memberikan peningkatan performa pada peserta didik.
2.
Pengabaian pendidikan akan adanya multiple intelegensi pada peserta didik dapat
dihindari. Menurut Howard Gardner, hakikatnya terdapat 7 tipe intelegensia anak
(manusia secara umum), namun di sekolah hanya 2 tipe yang dimasukkan dalam
intrakurikuler yaitu kemampuan berbahasa dan logika matematika. Sementara 5
intelegensia yaitu musik, kemampuan spasial, kinestetik, interpersonal, dan
intrapersonal hanya merupakan tambahan. Konsekuensinya, output pembelajaran
dalam pendidikan formal cenderung diasosiasikan dengan ilmu pengetahuan yang
sempit, terbatas, dan pada tingkat yang redah.
3.
Pembelajaran dapat merambah pada semua tingkat atau ranah kemampuan peserta
didik yang semestinya baik kognitif, afektif, maupun psikomotorik (taksonomi
Bloom). Oleh karenanya salah satu cara yang diusahakan oleh teknologi
pendidikan untuk meningkatkan kinerja peserta didik adalah melalui
praktek-praktek design pembelajaran (pendekatan ID sistematis – Morrison)a ang
mengarahkan perencana pembelajaran berpikir tentang berbagai outcome
pembelajaran dan mengklarifikasi pada level apa tipe pembelajaran yang
diharapkan. Jika saja keadaan ini tercipta maka peserta didik lebih dapat
menikmati pengalaman aktifitas-aktifitas belajar dan metode penilaian yang
sesuai dengan kebutuhan belajar, bukan sekedar ujian yang terstandarisasikan.
4. Kedalaman
pembelajaran lebih mungkin dicapai. Hal ini untuk mengatasi apa yang sering
terjadi dalam proses belajar yaitu belajar untuk menghafal. Weigel mengemukakan
istilah pembelajaran di permukaan (surface learning) dan pembelajaran
mendalam (deep learning) untuk memberikan perbedaan tujuan yang
menyolok.Surface learning diwakilkan oleh kebiasaan penghafalan
fakta, memperlakukan materi sebagai bagian-bagian informasi yang tidak
berkaitan, dan melakukan prosedur rutin tanpa berpikir. Sebaliknya tujuan deep
learning adalah mendorong peserta didik mengaitkan ide-ide dengan
pengetahuan yang sudah didapat, mencari pola-pola utama, mempelajari
pernyataan-pernyataan yang ada secara kritis, dan merefleksikannya dengan
pemahaman mereka sendiri. Deep learning dapat terjadi dalam
komunitas pembelajar yang berorientasi pada penyelidikan (inquiry-oriented).
Komunitas ini bisa tercipta melalui aplikasi teknologi informasi dengan
memanfaatkan web berbasis jaringan kerja seperti blog.
5.
Terjadi transfer pembelajaran dalam dunia pendidikan formal. Diakui bahwa
teknologi dapat membantu siswa memiliki kemampuan yang tinggi, sekaligus
menerapkan pengetahuan baru di luar ruang kelas. Artinya bahwa dengan teknologi
transfer ilmu pengetahuan tidak terbatas semata dalam ruang kelas melalui
design pembelajaran (disebut sebagai soft technology) yang disusun
pengajar, namun juga melalui hard technology yaitu penciptaan
dan pemanfaatan lingkungan dimana pembelajar dapat mempraktekan pengetahuan dan
kemampuannya dalam dunia nyata.
Teknologi
pendidikan tidak hanya bergerak di persekolahan tapi juga dalam semua aktifitas
manusia (seperti perusahaan, keluarga, organisasi masyarakat, dll) sejauh
berkaitan dengan upaya memecahkan masalah belajar dan peningkatan
kinerja. Oleh karena kinerja peserta didik baik di sekolah maupun di
tempat kerja dapat ditingkatkan melalui penggunaan teknologi teknologi lunak
seperti desain pembelajaran (ID) danhard-tech, juga penciptaan dan
pemanfaatan lingkungan di mana peserta didik dapat mempraktekkan dan
mengaplikasi ilmu pengetahuan yang didapat dalam dunia nyata.
B. Peningkatan
Kinerja Guru dan Para Perancang Pembelajaran
Aplikasi
teknologi dalam bidang pendidikan dapat menolong para tenaga pengajar
menciptakan proses belajar yang lebih menarik dan bernilai manusiawi. Teknologi
pendidikan bagi pengajar memiliki manfaat luar biasa terutama dalam
meminimalisir waktu pembelajaran dan meningkatkan efektifitas yang pada
akhirnya dapat menambah produktifitas tenaga pengajar.
Beberapa
langkah yang bisa digunakan untuk memperbaiki kinerja guru dan perancang desain
pembelajaran adalah seperti penjelasan singkat berikut ini.
1.Mengurangi
waktu pembelajaran.
TP
memberikan wawasan untuk membantu para guru dan para desainer(trainer)
mengurang waktu yang tidak efisien dalam pembelajaran
melalui prosedur prosedur khusus dalam analisa kebutuhan dan analisa
pembelajaran Melalui prosedur ini mengetahui apa yang menjadi tujuan
pasti Dari tujuan pasti dari proses pembelajaran (penyampaian materi) dngan
tujuan itu lah proyek pembelajarn di mulai. Konsekuensinya guru dan para
desainer mengurangi waktu pembelajaan yang tidak efektif untuk mencapai tujuan
yang diinginkan.
2.
Menciptakan pembelajaran yang lebih menguntungkan dari segi biaya.
Desain
pembelajaran yang sistemasis menolong para perencana pembelajaran
mencapai hasil yang luar biasa menguntungkan.
3. Menciptakan
pembelajan yang ramah. pembelajaran lebih menarik.
Yang
dimaksut dengan menarik disini sangat variasi tergantung kasus per kasus,
tetapi secara umum pembelajaran yang menarik memiliki beberapa
pengertian:
a. Menantang,
memberikan ekspetasi yang tinggi.
b.
Memiliki kesesuaian dengan pengalaman peserta didik di masa lalu dan dimasa
yang akan datang.
c.
Ada unsur humor dan permainan dalam pembelajaran.
d. Mempertahankan
perhatian siswa melalui hal-hal yang baru.
e. Terlibat
secara intelektual dan emosional.
f. Menggunakan
berbagai bentuk penyajian.
Teknologi
Pendidikan (TP) mempunyai sejarah panjang yang sangat menarik. Banyak
inovasi-inovasi pembelajaran yang diinspirasi dari teroi kognitifisme,
konstruktifisme, seperti problem base lerning yang didisaen untuk meningkatkan
peserta belajar yang disampaikan oleh pengajar.
4.
Menghormati nilai-nilai kemanusiaan.
Banyak
inovasi didalam Teknologi Pendidikan (TP) yang berfokuskan dalam
nilai-nilai kemanusiaan. Artinya murid adalah orang yang tidak dijejali ilmu
saja atau dengan kata lain adalah memanusiakan murid. Hal ini sesuai dengan
bentuk inovasi yang dibuat dengan melihat murid dari segi behaviourisme. Secara
singkat dapat di samapikan bahwa hasil inovasi Teknologi Pendidikan (TP)
menempatkan peserta didik sebagai pemegang control dalam proses pembelajaran.
C. Peningkatan
Kinerja Organisasi
Pada
awalnya teknologi diadopsi oleh organisasi adalah untuk meningkatkan
produktifitas organisasi, terutama untuk memangkas biaya dan meningkatkan
hasil. Itulah yang menjadi tujuan pemanfaatan teknologi di dunia bisnis dan
industri. Namun tujuan ekonomis seperti ini boleh dikata kurang populer di
organisasi atau lembaga pendidikan seperti sekolah dan perguruan tinggi. Oleh
sebab itu perlu dikaji lebih dalam lagi beberapa kemungkinan peran teknologi
dalam meningkatkan produktifitas di organisasi pendidikan.
1.
Meningkatkan efisiensi dan efektifitas
Efisiensi
adalah doing things right (dengan benar) dan efektifitas
adalah doing the right things (yang benar). Dalam dunia
pendidikan kata efisiensi bisa dipandang sebagai rancangan, pengembangan, dan
melakukan pembelajaran dnegan cara memanfaatkan sumber-sumber sekecil mungkin
untuk mencapai hasil yang, paling tidak, sama atau lebih baik. Sementara kata
efektifitas berarti melakukan perbuatan yang memang benar-benar bisa menolong
peserta didik mencapai tujuan pembelajaran yaitu menguasai pengetahuan, punya
keahlian, dan terjadi perubahan sikap. Kita membutuhkan keduanya. Pembelajaran
yang efisien menjadi kehilangan makna jika tidak bisa mencapai tujuan
pembelajaran. Sementara itu pembelajaran yang menghasilkan hasil belajar yang
diinginkan tetapi boros penggunaan biaya, tidak tepat waktu, atau tidak punya
dampak menghasilkan lulusan yang tepat guna sama dengan pembelajaran yang tidak
produktif.
2.
Sebuah perspektif sistem bagi kinerja organisasi
Dalam
pendidikan kalimat “hasil yang diinginkan” bisa bermakna berbeda sesuai dengan
persepsi masing-masing orang. Oleh sebab itu perlu sebuah pengukuran what
goals are worth pursuing and what indicators should be used to measure progress
toward those goals” (hal.65). Banyak perdebatan yang dilakukan oleh ilmuwan
pendidikan apakah memang ukuran keberhasilan yang dipakai oleh
organisasi-organisasi bisnis dan industri (ekonomi) bisa dengan begitu saja
diterapkan dalam organisasi pendidikan. Terlepas dari hal tersebut, pendekatan
atau cara pandang sistem, secara total dan menyeluruh dapat membantu organisisi
atau institusi pendidikan mendefinisikan dan mencapai tujuan yang berharga
(output) dengan proses pembelajaran yang seefisien dan seefektif mungkin.
Esensi
dari pendekatan sistem adalah melangkah ke belakang dan mencatat faktor apa
saja yang terjadi di sekitar dan mempengaruhi kejadian-kejadian dalam proses
belajar mengajar di dalam kelas. Dengan melihat kondisi pembelajaran di kelas
maka dapat diperoleh pemahaman lingkungan apa yang seharusnya diciptakan untuk
mendukung strategi pembelajaran yang lebih berdampak.
Organisasi
dapat meningkatkan produktifitas komponen yang ada di dalamnya, terutama faktor
SDM nya dengan menolong mereka memperoleh pengetahuan yang baru, keahlian baru,
dan menciptakan sikap baru yang lebih positif. Namun ada usaha lain yang lebih
mendalam yaitu dengan mengubah kondisi-kondisi di dalam organisasi sehingga
orang lebih dapat memiliki performa kerja lebih baik lagi untuk mencapai tujuan
organisasi, dengan atau tanpa pembelajaran tambahan. Usaha perbaikan kinerja
yang sifatnya noninstructional intervention seperti
mencipatkan kondisi kerja yang lebih baik, alat kerja yang lebih memadai, dan
memotivasi pekerja menjadi lebih giat dilabelkan sebagai HPT atau human
performance improvement atau Teknologi Kinerja Manusia. Keseluruhan
intervensi yang bersifat instruksional dan noninstruksional dalam organisasi
merupakan usaha untuk mengembangkan atau meningkatkan kinerja organisasi.
3.
HPT
HPT
atau Teknologi Kinerja Manusia menurut Pershing adalah “the study and
ethical practice of improving productivity in organizations by designing and
developing effective interventions that are result-oriented, comprehensive, and
systemic.” HPT merupakan seperangkat metode, prosedur, dan strategi untuk
memecahkan masalah dalam kerangka organisasi. Sesuai dengan namanya maka HPT
bersentuhan langsung dengan potensi manusia sebagai sumber daya kerja dalam
organisasi. Penanganan performa SDM dengan baik akan dapat meningkatkan
kualitas kinerja organisasi. Bagaimana departemen Human Resource atau
Personalia mengelola karyawan untuk meningkatkan efektifitas kerja mereka
adalah bidang yang ditangani oleh HPT. Intinya HPT mengkaji tentang upaya-upaya
untuk meningkatkan kinerja orang dalam suatu organisasi melalui pendekatan yang
sistematis, sistematis dan ilmiah. Para teknolog kinerja tidak selalu merancang
intervensi pembelajaran sebagai suatu solusi dalam memecahkan masalah. Menurut
Barbara B. Seels dan Rita C. Richey. dalamcTeknologi Pembelajaran: Definisi
dan Kawasannya, (terjemahan Dewi S. Prawiradilaga, dkk).Teknolog kinerja
akan cenderung memperhatikan peningkatan insentif, desain pekerjaan, pemilihan
personil, umpan balik atau alokasi sumber sebagai intervensi. Hal ini mencakup
empat proses yaitu analisa, desain, pengembangan, dan produksi. Menurut
teknolog kinerja yang pada akhirnya menolong kita melihat posisi teknologi
pendidikan dalam HPT secara menyeluruh adalah bahwa pendidikan merupakan satu
dari berbagai intervensi yang mungkin diterapkan dalam meningkatkan kinerja di
tempat kerja.
BAB 3
PENUTUP
Demikian
apa yang dapat kami paparkan dalam makalah ini. Semoga dengan makalah ini, kita
semakin mendapatkan gambaran yang jelas tentang tujuan utama dari Teknologi
Pendidikan (TP ). Jadi dengan Teknologi Pendidikan (TP) ini diharapkan bisa
memecahkan masalah belajar atau memfasilitasi pembelajaran agar efektif,
efisien, menarik, dan juga bisa meningkatkan kinerja. Peningkatan kinerja ini
tentunya baik dari segi peserta didik, guru atau perancang desain pembelajaran,
serta organisasi yang berkaitan. Dan kita juga bisa merenungkan apakah yang kita
lakukan selama ini dalam bidang pendidikan sudah sesuai dengan tujuan
pendidikan kita. Terimakasih
Referensi
Molenda,
Michael & Alan Januszweski. 2008 “Educational Technolog: A Definition
with Commentary . New York.
Seels,
Barbara B. dan Rita C. Richey.1995. Teknologi Pembelajaran: Definisi
dan Kawasannya, (terjemahan Dewi S. Prawiradilaga, dkk). Jakarta:
UNJ Agus Dwiyono. 2007.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar