BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Masuk dan Berkembangnya Islam Sebagai awal Pendidikan Islam di Indonesia
Pendidikan Islam berkaitan
dengan masuknya Islam ke Indonesia,Masuknya Islam
ke Indonesia agak unik bila dibandingkan dengan masuknya Islam ke daerah-
daerah lain. Keunikannya terlihat kepada proses masuknya Islam ke Indonesia
yang relatif berbeda dengan daerah lain. Para ahli sependapat bahwa agama Islam
sudah masuk ke Indonesia (khususnya Sumatra) sejak abad ke-7 atau 8 M, meskipun
ketentuan tentang tahunnya secara pasti terdapat sedikit perbedaan.
Meskipun Islam
sudah masuk abad ke-7 atau 8 M tersebut, ternyata dalam perkembanganya
mengalami proses yang cukup lama, baru bisa mendirikan sebuah kerajaan Islam.
Hal ini disebabkan, bahwa Islam itu masuk ke Indonesia dibawa oleh para
pedagang dan dengan cara damai, ditambah lagi bahwa masyarakat Islam tidak
begitu berambisi untuk merebut kekuasaan politik, yang menyebabkan Islam
berjalan dengan damai dan wajar.
Islam masuk ke
Indonesia secara damai dibawa oleh para pedagang dan muballigh. Sedangkan Islam
yang masuk kedaerah lain pada umumnya banyak lewat penaklukkan, seperti
masuknya Islam ke Irak, Iran (Parsi), Mesir, Afrika Utara sampai ke Andalusia.Terdapat
beberapa teori tentang kedatangan Islam ke Indonesia, terutama berkenaan dengan
waktu datangnya, negeri asalnya, dan pembawanya.
Sulit sekali menentukan kapan tepatnya Islam masuk ke
Indonesia.Sampai sekarang belum ada bukti tertulis tentang hal tersebut.Namun,
banyak teori yang memperkirakannya.Pada umumnya, teori-teori tersebut dikaitkan
dengan jalur pelayaran dan perdangan antara Dunia Arab dengan Asia Timur.Dari
sekian perkiraan, kebanyakan menetapkan bahwa kontak Indonesia dengan Islam
terjadi sejak abad ke-7.
Pengenalan
Islam di berbagai daerah di Nusantara tidak terjadi dalam waktu serentak, tetapi
dalam waktu yang berbeda-beda dan mencapai masa yang panjang. Islam hadir di
Jawa sekitar abad ke-11, akan tetapi baru dikenal di daerah Jawa bagian Utara,
Jawa Timur, yang selanjutnya disebarkan sampai ke Jawa Barat lebih kurang
sekitar abad ke-16, yaitu berkaitan dengan pengiriman tentara Kerajaan Demak ke
Cirebon, Jayakarta, dan sebagian wilayah perdagangan dan perluasan pengaruh
kekuasaan.
Selain dari
teori India berkembang juga teori arab yang berpendapat bahwa Islam di
Nusantara berasal dari arab. Teori ini juga didukung oleh sejumlah sarjana di
antaranya Crawfurd, Niemann dan yang paling gigih mempertahankannya adalah
Naquib Al-attas (Azra, 1994:27-28).
Menurut
beberapa sumber sejarah dijelaskan bahwa selat malaka sebagai rute perdagangan
yang telah lama dikenal, sebagai salah satu jalur perdagangan dari dunia timur
ke barat di samping jalan barat. Penjelasan ini dapat dilihat dalam tulisan Marwati
Djoined Poesponegoro dan Nugroho Notosusanto yang dikutip dari tulisan W.P.
Groeneveldt, Historical Notes on Indonesia &malaya compiled from Chinese
Sources.
Inti dari
hasil seminar Medan yang terpenting adalah: Islam telah masuk ke Indonesia pada
abad pertama hijriah dan langsung dari arab. Daerah yang mula-mula dimasuki
oleh Islam adalah daerah pesisir Sumatera, sedangkan kerajaan Islam pertama
yang berdiri adalah di Aceh.Penyiaran Islam dilakukan dengan secara damai oleh
pedagang, kedatangan Islam ke Indonesia adalah membawa kecerdasan dan peradaban
yang tinggi (panitia seminar, 1963: 265).
Seminar Medan
tersebut dilanjutkan dengan seminar di Banda Aceh tahun 1978, menegaskan bahwa
kerajaan Islam pertama adalah Perlak, Lamuri, Pasai (Hasjmy, 1989:143).
Suatu hal yang
dapat dikemukakan bahwa masuknya Islam ke Indonesia tidak bersamaan, ada
daerah-daerah yang sejak dini telah dimasuki oleh Islam, disamping ada daerah
yang terbelakang dimasuki Islam.Berkenaan dengan ini telah disepakati bersama
oleh sejarawan Islam bahwa Islam pertama kali masuk ke Indonesia adalah di Sumatera.
Sedangkan Islam masuk ke jawa waktunya di duga kuat berdasarkan batu nisan
kubur Fatimah binti Maimun di Laren (Gresik) yang berangka tahun 475 H (1082
M). Situasi politik mempercepat penyebaran Islam di Jawa, pada saat melemahnya
kerajaan Majapahit kerena perpecahan. Bupati-bupati pesisir merasa bebas dari
pengaruh kekuasaan Raja Majapahit, melalui Bupati-bupati pesisir yang memeluk
agama Islam, agama menjadi kekuatan baru dalam proses perkembangan masyarakat.
Kedatangan
Islam ke belahan Indonesia belahan timur juga tidak dapat dipisahkan dari
kegiatan perdagangan, yang diperkirakan Islam masuk kedaerah ini pada abad
keempat belas Masehi.
Di Kalimantan
khususnya di daerah Banjarmasin proses Islamisasi di daerah ini terjadi
kira-kira tahun 1550. Adapun di Sulawesi terutama di bagian selatan telah
didatangi oleh pedagang muslim pada abad ke-15 M. Menurut Tome Pires pada abad
ke-16 di daerah Gowa telah terdapat pedagang muslim dan orang Portugis, yang
telah melakukan hubungan dagang dengan Gowa (Poesponegoro, 1984:25).
Terbentuknya masyarakat
muslim di suatu tampat adalah melalui proses yang panjang, yang dimulai dari
terbentuknya pribadi-pribadi muslim sebagai hasil dari upaya para da’i.
Masyarakat muslim tersebut selanjutnya menumbuhkan kerajaan Islam, tercatatlah
sejumlah kerajaan-kerajaan Islam di Nusantara, seperti kerajaan Perlak, Pasai,
Aceh Darussalam, Banten, Demak, Mataram, dan lain sebagainya.
Tumbuhnya
pusat-pusat kekuasaan Islam di Nusantara ini jelas sangat berpengaruh sekali
bagi proses Islamisasi di Indonesia. Kekuatan politik digabungkan dengan
semangat para muballigh untuk mengajarkan Islam merupakan dua sayap kembar yang
mempercepat tersebarnya Islam ke berbagai wilayah di Indonesia
2.2 Pendidikan Islam Pada Masa Permulaan Islam di Nusantara Sampai Periode Walisongo
Pendidikan merupakan salah satu perhatian
sentral masyarakat Islam baik dalam Negara mayoritas maupun minoritas.Dalam
ajaran agama Islam pendidikan mendapat posisi yang sangat penting dan tinggi.
Karenanya, umat Islam selalu mempunyai perhatian yang tinggi terhadap
pelaksanaan pendidikan untuk kepentingan masa depan umat Islam.
Besarnya arti pendidikan, kepentingan
Islamisasi mendorong umat Islam melaksanakan pengajaran Islam kendati dalam
system yang sederhana, pengajaran diberikan dengan sistem halaqahyang
dilakukan di tempat-tempat ibadah semacam masjid, musallah bahkan
juga di rumah-rumah ulama. Kebutuhan terhadap pendidikan mendorong masyarakat
Islam di Indonesia mengadopsi dan mentransfer lembaga keagamaan dan sosial yang
sudah ada (indigeneous religious and social institution) ke dalam
lembaga pendidikan Islam di Indonesia.
Di Jawa, umat Islam mentransfer lembaga
keagamaan Hindu-Budha menjadi pesantren; di Minangkabau
mengambil Surau sebagai peninggalan adat masyarakat setempat
menjadi lembaga pendidikan Islam; demikian halnya di Aceh dengan mentransfer
lembaga meunasah sebagai lembaga pendidikan Islam.
Menurut Manfred, Pesantren berasal dari masa
sebelum Islam serta mempunyai kesamaan dengan Budha dalam bentuk asrama. Bahwa
pendidikan agama yang melembaga berabad-abad berkembang secara
pararel. Pesantren berarti tempat tinggal para santri.Sedangkan istilah
santri berasal dari bahasa Tamil, yang berarti guru mengaji. Menurut Robson,
kata santri berasal dari bahasa Tamil “sattiri” yang diartikan sebagai orang
yang tinggal di sebuah rumah miskin atau bangunan keagamaan secara umum.
Meskipun terdapat perbedaan dari keduanya, namun keduanya perpendapat bahwa
santri berasal dari bahasa Tamil.
Santri dalam arti guru mengaji, jika dilihat
dari penomena santri.Santri adalah orang yang memperdalam agama kemudian
mengajarkannya kepada umat Islam, mereka inilah yang dikenal sebagai “guru
mangaji”.Santri dalam arti orang yang tinggal di sebuah rumah miskin atau
bangunan keagamaan, bisa diterima karena rumusannya mengandung ciri-ciri yang
berlaku bagi santri.Ketika memperdalam ilmu agama, para santri tinggal di rumah
miskin, ada benarnya.Kehidupan santri dikenal sangat sederhana. Sampai tahun
60-an, pesantren dikenal dengan nama pondok, karena terbuat dari bambu.
Pada abad ke XV, pesantren telah didirikan oleh
para penyebar agama Islam, diantaranya Wali Songo.Wali Songo dalam menyebarkan
agama Islam mendirikan masjid dan asrama untuk santri-santri. Di Ampel Denta,
Sunan Ampel telah mendirikan lembaga pendidikan Islam sebagai tempat ngelmu ataungaos pemuda
Islam. Sunan Giri telah ngelmu kepada Sunan Ampel mendirikan
lembaga pendidikan Islam di Giri.Dengan semakin banyaknya lembaga pendidikan
Islam pesantren didirikan, agama Islam semakin tersebar sehingga dapat
dikatakan bahwa lembaga-lembaga ini merupakan ujung tombak penyebaran Islam di
Jawa.
Peran Wali Songo tidak terlepas dari sejarah
pendidikan Islam di Nusantara. Wali Songo melalui dakwahnya berhasil
mengkombinasi metoda aspek spiritual dan mengakomodasi tradisi masyarakat
setempat dengan cara mendirikan pesantren, tempat dakwah dan proses belajar
mengajar.
Wali songo melakukan proses Islamisasi dengan
menghormati dan mengakomodasi tradisi masyarakat serta institusi pendidikan dan
keagamaan sebelumnya, padepokan.Padepokan
diubah secara perlahan, dilakukan perubahan sosial secara bertahap, mengambil
alih pola pendidikan dan mengubah bahan dan materi yang diajarkan dan melakukan
perubahan secara perlahan mengenai tata nilai dan kepercayaan masyarakat,
perubahan sosial, tata nilai, dan kepercayaan.Hal ini menciptakan alkulturisasi
budaya termasuk pedoman hidup masyarakat, pemenuhan kebutuhan hidup, dan
operasionalisasi kebudayaan melalui pranata-pranata sosial yang ada di
masyarakat, yaitu pedoman moral atau hidup, etika, estetika, dan nilai budaya
(adanya simbol-simbol dan tanda-tanda).
Di Sumatera Barat, pendidikan Islam tradisional
di sebut Surau. Di Minangkabau, Surau
telah ada sebelum datangnya Islam, adalah merupakan tempat yang dibangun untuk
tempat ibadah orang Hindu-Budha. Raja Aditiwarman telah mendirikan kompleks
Surau disekitar bukit Gombak, Surau digunakan sebagai tempat berkumpul
pemuda-pemuda untuk belajar ilmu agama sebagai alat yang ideal untuk memecahkan
masalah-masalah sosial.
Menurut Sidi Gazalba, sebelum Islam datang di
Minagkabau, Surau adalah bagian dari kebudayaan masyarakat setempat yang juga
disebut “uma galang-galang”, adalah bangunan pelengkap rumah
gadang.Surau dibangun oleh Indu, bagian dari suku, untuk tempat berkumpul,
rapat dan tempat tidur bagi pemuda-pemuda, kadang-kadang bagi mereka yang sudah
kawin, dan orang-orang tua yang sudah uzur.
Kedatangan Islam tidak merubah fungsi Surau
sebagai tempat penginapan anak-anak bujang, tetapi fungsinya diperluas seperti
fungsi masjid, yaitu sebagai tempat belajar membaca al-Qur’an dan dasar-dasar
agama dan tempat ibadah.Namun, dari segi fungsi Surau lebih lebih luas daripada
fungsi Masjid. Masjid hanya digunakan untuk shalat lima waktu, shalat jum’at,
shalat ‘id. Sedangkan Surau juga digunakan shalat lima waktu, sebagai tempat
belajar agama, mengaji, bermediatsi dan upacara-upacara, di samping sebagai
tempat semacam asrama anak-anak bujang. Lebih lanjut Surau digunakan sebagai
lembaga pendidikan Islam yang memiliki sisten yang teratur, ini dapat dibuktikan
dengan didirikannnya Surau sebagai lembaga pendidikan Islam oleh Syekh
Burhanuddin (1646-1691) setelah berguru kepada Syekh Abdurrauf bin Ali.Dengan
demikian Surau telah berubah fungsi sebagai lembaga pendidikan dan pengajaran
Islam.
Meunasah semula adalah
salah satu tempat ibadah yang terdapat dalam setiap kampung di Aceh.Selanjutnya
mengalami perkembangan fungsi baik sebagai tempat ibadah juga sebagai tempat
pendidikan, tempat pertemuan, tempat transaksi jual-beli, dan tempat menginap
para musafir, tempat membaca hikayat, dan tempat mendamaikan jika ada warga
kampung yang bertikai.Sedangkan dayah adalah lembaga
pendidikan yang terdapat hampir di tiap-tiap uleebalang, seperti
halnya di tiap-tiap kampung harus ada meunasah. Setiap dayah memiliki
sebuah balai utama sebagai tempat belajar dan salat berjama’ah. Dilihat dari
mata pelajaran yang diajarkan, dayah mengkaji materi pelajaran
yang lebih tinggi daripada di meunasah.
Lembaga-lembaga pendidikan semacam Pesantren,
Surau, Meunasah dan Dayah memiliki peran penting dalam mengajarkan nilai-nilai
Islam, terjadi transfer ilmu, transfer nilai dan transfer perbuatan (transfer
of knowledge, transfer of value, transfer of skill) sehingga mampu mencetak
intelektual muslim Nusantara yang patut diperhitungkan dalam era peta pemikiran
Islam.
2.3 Lembaga-Lembaga Pendidikan Islam Nusantara
Lembaga
pendidikan Islam adalah wadah atau tempat berlangsungnya proses pendidikan
Islam yang bersaman dengan proses pembudayaan. Proses tersebut dimulai dari
lingkungan keluarga.
Dalam Islam,
keluarga adalah sebagai lembaga pendidikan Islam yang pertama dan utama. Hal
ini diisyaratkan dalam al-quran sebagaimana juga dipraktikkan dalam sunnah nabi
Muhammad SAW.
Pada surat
At-tahrim ayat 6, dengan Gembalng Allah SWT memerintahkan kepada kita
untuk menjaga dan memelihara diri dan keluarga dari
kesengsaraan dan api neraka. “Hai orang-orang beriman , peliharalah
dirimu dan keluargamu dari api neraka.” (Q.S. AT-tahrim:6).
Pada ayat
lain, Nabi SAW diperintahkan untuk memberikan peringatan dan dakwah Islam
kepada kaum keluarga terlebih dahulu. “Dan berilah peringatan kepada
kerabat-kerabat yang terdekat”.(Q.S Asy-syura: 214)
Ini
dipraktikkan oleh Rasulullah SAW dalam sunnahnya. Diantara orang-orang yang
paling dahulu beriman dan masuk Islam adalah anggota keluarganya, yaitu
Khodijah (Istri), Ali bin abi thalib dan zaid bin haritsah (Haikal 1984:100)
Bentuk lembaga
pendidikan Islam hendaknya berpijak pada prinsip-prinsip tertentu yang telah
disepakati sebelumnya, sehingga antara lembaga yang satu dan lainnya tidak
terjadi tumpang tindih.
Lembaga-Lembaga
pendidikan Nusantara di Indonesia Adalah :
1. Masjid dan Surau
Secarah
harfiah, masjid diartiakan sebagai tempat duduk atau setiap tempat yang
dipergunakan untuk beribadah.Masjid juga berarti tempat salat berjamaah atau
tempat salat untuk umum.
Masjid
memegang peranan penting dalam menyelenggarakan pendidikan Islam, karna itu
masjid atau surau merupakan sarana yang pokok dan mutlak di perlukan bagi
perkembangan mesyarakat Islam,
a)
Masjid sebagai
lembaga peradaban Islam
Masjid atau
sanggar sebagai institusi pendidikan yang pertama dibentuk dalam lingkungan
masyarakat muslim. Pada dasarnya, masjid atau langgar mempunyai fungsi yang
tidak terlepas dari kehidupan keluarga.Al-abdi dalam bukunya Almadlehal
menyatakan bahwa masjid merupakan tempat terbaik untuk kegiatan pendidikan.
Dijadikannya
masjid sebagai lembaga pendidikan akan menghidupkan sunnah-sunnah Islam,
menghilangkan bid’ah-bid’ah, mengembangkan hukum-hukum Tuhan, serta
menghilangkan stratifikasi rasa dan status ekonomi dalam pendidikan. Dengan
demikian, masjid merupakan lembaga kedua setelah keluarga, yang jenjang
pendidikannya terdiri dari sekolah menengah dan sekolah tinggi dalam waktu yang
sama ( Hasan Langgulung 1988: 111).
Implikasi
masjid sebagai lembaga pendidikan Islam adalah:
1) Mendidik anak untuk tetap beribadah kepada Allah SWT.
2) Menanamkan rasa cinta pada ilmu pengetahuan, dan
menanamkan solidaritas sosial serta menyadarkan hak-hak dan kewajiban sebagai
insan pribadi, sosial, dan warga negara.
3)
Memberi rasa
ketentraman, dan kekuatan, dan kemakmuran potensi-potensi rohani
manusia melalui pendidikan kesabaran, keberanian, kesadaran, perenungan,
optimisme, dan pengadaan penelitian.
Surau atau langgar adalah, semacam masjid
dalam skala lebih kecil dengan fungsi yang terbatas.Ia merupakan tempat shalat
dan shalat berjama’ah dan tempat mengaji bagi anak anak. Anak anak setelah
berumur 7 tahun harus di pisahkan dari ibunya dan tidur di langgar
atau surau,sambil belajar mengaji alqur’an. Surau atau langgar pada mulanya
milik keluarga yang mendirikan,diwakafkan untuk kepentingan masyarakat
sekitarnya.Sering terjadi,bahwa surau atau langgar berkembang,menjadi masjid.
1.
Pertumbuhan dan
perkembangan masjid dan surau di Indonesia
Langgar atau surau adalah merupakan sarana yang
pokok dan mutlak perlunya bagi pertumbuhan dan perkembangan masyarakat
islam.Oleh karena itu dapat di duga bahwa semenjak terbentuknya komunitas
komunitas muslim tersebar di berbagai daerah pantai dan pusat pusat perdagangan
di Indonesia,surau surau telah didirikan bersama terbentuknya komunitas
komunitas tersebut,sebelum berdirinya kerajaan kerajaan islam.Setelah tumbuhnya
kerajaan kerajaan islam,maka pada setiap pusat pemerintahan atau kesultanan
didirikan masjid besar atau masjid agung yang di urus oleh Raja atau Sultan.
Di pulau Jawa masjid pertama yang didirikan
setelah berdirinya kerajaan islam Demak adalah masjid Sikayu sekitar tahun 1477
M yang terletak sebelah barat Semarang sekarang.Masjid tersebut merupakan
masjid sementara mendahului pembangunan masjid Agung di pusat Keraton di Demak
yang di bangun oleh wali yang bergelar Sunan.
Pertumbuhan dan perkembangan surau atau langgar
atas usaha sendiri dan swadaya masyarakat, baik subsidi maupun nonsubsi di,
berlangsung terus menerus, keadaan surau atau langgar dapat dikelompokkan sebagai
berikut:
A.
Surau atau langgar atau mushala kecil,yang
hanya di gunakan sebagai tempat ibadah dan pengajian anak anak oleh keluarga
pendirinya dan keluarga disekitarnya secara terbatas.Biasanya diurus oleh
perseorangan.
B.
Surau atau langgar atau mushala
waqaf,yang penggunaannya oleh lingkungan keluarga yang lebih luas,dan di urus
serta menjadi tanggung jawab bersama masyarakat sekitar.
C.
Surau atau mushala yang telah berkembang,fungsinya
menjadi masjid,dan di gunakan untuk menyelenggarakan shalat jum’at oleh
masyarakat sekitar.
2.
Fungsi Surau
Surau
atau langgar,sebagai masjid kecil adalah merupakan sesuatu yang khas Islam di
Indonesia.Surau atau langgar berdiri mendahului masjid.Namun demikian,masjid
dan surau merupakan tempat khusus yang berfungsi ganda sejak awal
timbunya.Secara garis besar fungsi surau dan masjid tersebut dapat di
bedakan sebagai tempat ibadah dan sebagai tempat pendidikan
danpembudayaan,tempat penyelenggaraan urusan ummat.
3.
Surau atau
langgar sebagai lembaga pendidikan
Surau atau langgar merupakan lembaga
pendidikan yang pertama di bentuk dalam lingkungan masyarakat
muslim.Pada dasarnya surau atau langgar mempunyai fungsi yang tidak terlepas
dari kehidupan keluarga.
Pendidikan surau atau langgar sebagai
pendidikan tingkat dasar,biasa disebut juga sebagai pengajian Al-Qur’an.Pendidikan
dan pengajaran tingkat lanjutan disebut pengajian kitab,diselenggarakan di
masjid,sebagian daerah surau atau langgar berfunsi sebagai pesantren[4].Dengan demikian
surau atau langgar pada masa lalu(sebelum timbulnya dan
berkembangnya madrsah).Di selenggarakan dua macam tingkatan
pendidikan yaitu,pendidikan dasar yang disebut pengajian alQur’an.
Pendidikan ini berada di bawah bimbingan guru mengaji Al-Qur’an.Dan pendidikan
tingkat lanjutan yang di sebut, pengajian kitab.Gurunya di sebut guru kitab.
Mereka belajar dengan seorang guru
dan belum berkelas seperti sekolah sekolah sekarang.Materi pelajarannya sangat
tergantung kemampuan anak.Namun pada dasarnya anak mulai belajar dari huruf
hijaiyah.Materi lainnya yangdi ajarkan adalah ibadah,yang di mulai dengan
berwudhu dan shalat,melalui praktek dan contoh.Pelajaran itu dimulai
dengan metode nadham dan puji pujian.
Dalam perkembangan selanjutnya system
pendidikan dan pengajaran di surau atau langgar,mengalami perubahan
setelah berkembangnya madrasah.Bagi anak anak madrasah,karena telah balajar
alQur’an tingkat dasar di surau sehingga anak anak tidak perlu lagi
mengikuti pengajian alQur’an.Tapi dengan demikian bukan berarti pengajian di
surau di tutup karena anak anak yang tidak berkesempatan masuk madrasah
(Misalnya nak anak yang belajar di sekolah dasar),masih memerlukannya.Jadi
pengajian AlQur’an tersebut masih berlanjut,bahkan mengalami penyempurnaan
dalam cara dan system penyelenggaraannya,yaitu dalam bentuk dan sistem
pesantren diniyah ,sebagaimana yang dikenal sekarang.
2. Pondok Pesantren
A. Asal-Usul Pondok Pesantren dan Sejarah Perkembangannya.
Pesantren
dilahirkan asal dasar kewajiban dakwah Islamiah, yakni menyebarkan dan
mengembangkan ajaran Islam, sekaligus mencetak kader-kader ulama atau da’i.
Pesantren sendiri menurut pengertian dasarnya adalah “ tempat belajar para
santri”, sedangkan pondok berarti rumah atau tempat tinggal sederhana yang
terbuat dari bambu. Disamping itu, kata “ pondok” juga berasal dari bahasa arab
“funduk” yang berarti hotel atau asrama (Zamakhsyari, 1983: 18).
B. Pesantern Sebagai Lembaga Pendidikan Islam
Mekanisme
kerja pesantren mempunyai keunikan dibandingkan dengan sistem yang diterapkan
dalam pendidikan pada umumnya, yaitu:
1. Memakai sistem tradisional yang mempunyai kebebasan penuh
dibandingkan dengan sekolah modern sehinggaa terjadi hubungan dua arah antara
santri dan kiai.
2. Kehidupan di pesantren menampakkan semangat demokrasi
karena mereka praktis bekerja sama mengatasi problema nonkulikuler mereka.
3. Para santri tidak mengidap penyakit simbolis, yaitu
perolehan gelar ijasah karna sebagian besar pesantren tidak mengeluarkan
ijasah, sedangkan santri dengan ketulusan hatinya masuk pesantren tanpa adanya
ijasah tersebut. Hal itu karena tujuan utama mereka hanya ingin mencari
keridhaan Allah SWT semata.
4. Sistem pondok pesantren mengutamakan kesederhanaan,
idealisme, persaudaraan, penamaan rasa percaya diri, dan keberanian hidup.
5. Alumni pondok pesantren tidak menduduki jabatan
pemerintahan, sehingga mereka hampir tidak dapat dikuasai oleh pemerintah
( Amin Rais, 1989:162).
Pondok
pesantren memiliki model-model pengajaran yang bersifat nonklasikal, yaitu
model sistpendidikan dengan menggunakan metode pengajaran sorogan dan wetonanatau bendungan (menurut
istilah dari jawa barat).
Sorogan disebut juga sebagai cara mengajar per kepala, yaitu
setiap santri mendapat kesempatan tersendiri untuk memperoleh pelajaran secara
langsung dari kiai. Dengan cara sorogan ini, pelajaran diberikan oleh pembantu
kiai yang disebut “badal”.
Dengan
metode bandungan atau halaqoh dan sering juga
disebut wetonan, para santri duduk di sekitar kiai dengan membentuk
lingkaran.Kiai maupun santri dalam halaqoh tersebut memegang kitab
masing-masing.Meskipun pesantren tidak mengenal evaluasi secara formal, dengan
pengajaran secara halaqoh ini, kemampuan para santri dapat diketahui.
Secara garis
besar, pesantren sekarang dapat dibedakan atas dua macam, yaitu:
a. Pesantren tradisional; pesantren yang masih
mempertahankan sistem pengajaran tradisional dengan materi pengajaran
kitab-kitab klasik yang sering disebut kitab kuning.
b. Pesantren modern; pesantren yang
berusaha mengintegrasikan secara penuh sistem sistem klasikal dan sekolah
kedalam pondok pesantren. Semua santri yang masuk pondok terbagi dalam
tingkatan kelas. Pe ngajian kitab-kitab klasik tidak lagi menonjol, bahkan ada
yang Cuma sekedar pelengkap, dan berubah menjadi mata pelajaran atau bidang
studi. Begitu juga dengan yang diterapkan seperti cara sorogan dan bandunganmulai
berubah menjadi individual dalam hal belajar dan kuliah secara umum, atau
studium general (Zuhairini, 1986: 65)
3. Madrasah
A. Kelahiran Madrasah di Dunia Islam
Madrasah
merupakan isim makan dari “darasah” yang berarti “tempat duduk untuk
belajar”.Istilah madrasah ini sekarang telah menyatu dengan istilah sekolah
atau perguruan (terutama Islam) (MS. Poerwadarminta, 1990: 618).Madrasah sebagai
lembaga pendidikan Islam, mulai didirikan dan berkembang di dunia Islam sekitar
abad ke-5 H atau abad ke-10 M. Ketika penduduk naisabur mendirikan lembaga
pendidikan Islam model madrasah pertama kalinya (Moh. Athiyah al-Abrasyi, 1974:
82).
B. Lahir Dan Berkembangnya Madrasah Di Indonesia
Kehadiran
madrasah sebagai lembaga pendidikan Islam setidak-tidaknya mempunyai beberapa
latar belakang, di antaranya:
1. Sebagai manifestasi dan realisasi
pembaharuan sistem pendidikan Islam.
2. Usaha penyempurnaan terhadap sistem
pendidikan yang lebih memungkinkan lulusannya memperoleh kesempatan yang sama
dengan sekolah umum, misalnya masalah kesamaan kesempatan kerja dan perolehan
ijazah.
3. Adanya sikap mental pada sementara
golongan ummat Islam, khususnya santri yang terpukau pada barat sebagai sistem
pendidikan modern dari hasil akulturasi (Muhaimin, 1993: 305).
C. Sistem Pendidikan dan Pengajaran di Madrasah
Kurikulum madrasah dan sekolah-sekolah agama
masih mempertahankan agama sebagai mata pelajaran pokok, walaupun persentase
yang berbeda.Pada waktu pemerintah republik Indonesia, kementrian agama yang
mengadakan pembinaan dan pengembangan terhadap sistem pendidikan madrasah
melalui kementrian agama, merasa perlu menentukan kriteria madrasah. Kriteria
yang ditetapkan oleh mentri agama untuk madrasah-madrasah yang berada dalam
wewenangnya adalah harus memberikan pelajaran agama sebagai mata pelajaran
pokok, paling sedikit 6 jam seminggu (I. Djumhur, 1979: 223)
Jenjang pendidikan pada madrasah tersusun
sebagai berikut:
1. Madrasah
rendah (madrasah ibtidaiyah)
2. Madrasah
lanjutan tingkat pertama (madrasah tsanawiyah)
3. Madrasah
lanjutan atas (madrasah aliyah)
4. Perguruan Tinggi Agama Islam
Umat Islam yang merupakan mayoritas dari
penduduk Indonesia selalu mencari berbagai cara untuk membangun sistem
pendidikan Islam yang lengkap, mulai pesantren yang sederhana sampai tingkat
perguruan tinggi.
Menurut Mahmud Yunus, Islamic
College pertama telah didirikan dan dibuka di bawah pimpinannya
sendiri pada tanggal 9 desember 1940 di padang, sumatra barat (M.Yunus,
1985:103). Lembaga tersebut terdiri dari dua fakultas, yaitu syariat/ agama dan
pendidikan serta bahasa arab. Tujuan yang ingin dicapai lembaga ini adalah
mendidik ulama-ulama.
Pada tanggal 22januari 1950, sejumlah
pemimpin Islam dan para ulama juga mendirikan sebuah universitas Islam di solo.
Pada tahun itu juga, fakultas agama yang semula ada di Universitas Islam
Indonesia Yogyakartadiserahkan ke pemerintah , yakni kementrian Agama yang
kemudian dijadikan perguruan tinggi agama Islam negri (PTAIN) dengan PP No. 34
Th. 1959, yang kemudian menjadi institut agama Islam negri (IAIN).
Di samping lembaga pendidikan tinggi Islam
(IAIN), pihak perguruan tinggi Islam swasta pun berkembang pesat, terlebih lagi
dengan diresmikannya lembaga pendidikan tinggi Islam swasta dengan nama
koordinator perguruan tinggi agama Islam swasta (KOPERTAIS) yang tersebar di
berbagai daerah Indonesia.
5. Majlis Taklim
Majlis taklim merupakan salah satu lembaga
pendidikan nonformal, yang senantiasa menanamkan akhlak yang luhur dan mulia,
meningkatkan kemajuan ilmu pengetahuan dan keterampilan jamaahnya, serta
memberantas kebodohan umat Islam agar memperoleh kehidupan yang bahagia dan
sejahtera dan di redhoi oleh Allah SWT.
a. Pengertia dan Latar Belakang Historis Majelis Taklim
Mejelis taklim secara istilah adalah lembaga
pendidikan nonformal Islam yang memiliki kurikulum sendiri, diselenggarakan
secara berkala dan teratur, dan diikuti oleh jamaah yang relatif banyak dan
bertujuan untuk membina dan mengembangkan hubungan yang santun dan serasi
antara manusia dan Allah SWT, manusia dan sesamanya dan manusia dan
lingkungannya, dalam rangka membina masyarakat yangbertaqwa kepada Allah SWT.
(Nurul Huda, 1984: 5).
Pada majlis taklim ada hal-hal yang cukup
membedakan dengan yang lainnya, yaitu:
1. Majlis taklim adalah lembaga
pendidikan Islam nonformal
2. Waktu belajarnya
berkala tapi teratur, tidak setiap hari sebagaimana halnya madrasah atau
sekolah.
3. Pengikut atau
pesertanya disebut jama’ah (orang banyak), bukan pelajar atau santri
4. Tujuannya, yaitu
memasyarakatkan ajaran Islam.
Di masa puncak kejayaan Islam, majlis taklim
di samping dipergunakan sebagai tempat menuntut ilmu, juga menjadi tempat para
ulama dan pemikir menyebarluaskan hasil penemuan atau ijtihadnya. Barangkali
tidak salah bila dikatakan bahwa para ilmuan Islam dalam berbagai disiplin ilmu
ketika itu, merupakan produk majlis taklim (Nurul Huda, 1984: 7)
Sebagai lembaga pendidikan nonformal, majlis
taklim berfungsi:
1. Membina dan
mengembangkan ajaran Islam dalam rangka membentuk masyarakat yang bertaqwa
kepada Allah SWT.
2. Sebagai taman rekreasi rohaniah
karna penyelenggaraannya bersifat santai.
3. Sebagai ajang
berlangsungnya silaturrahmi massa yang dapat menghidup suburkan dakwah dan
ukhuwah Islamiah.
4. Sebagai sarana
dialog berkesinambungan antara ulama dan umara dengan umat.
5. Sebagai media penyampaian
gagasan yang bermanfaat bagi pembangunan umat dan bangsa pada umumnya (Nurul
Huda, 1984: 4).
Demikianlah, lembaga-lembaga pendidikan Islam
yang peranannya mancerdaskan manusia Indonesia, khususnya umat Islam
tidak diragukan lagi.sejarah mencatat bahwa hasil dari sistem pendidikan yang
diselenggarakan lembaga-lembaga tersebut sangat memuaskan, bahkan menakjubkan.
Lembaga-lembaga pendidikan Islam tersebut
tetaptumbuh dan berkembang mendidik dan mencerdaskan anak-anak sebagai generasi
muda Indonesia yang mayoritas agama Islam, menjadi manusia Indonesia yang
beragama, bersatu, dan berjiwa kebangsaan.
Dari yang dikemukakan diatas, jelas bahwa
lembaga-lembaga pendidikan Islam merupakan modal dasar dalam menyusun
pendidikan nasional Indonesia.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Islam telah
masuk ke Indonesia pada abad pertama hijriah dan langsung dari arab. Daerah
yang mula-mula dimasuki oleh Islam adalah daerah pesisir Sumatera, sedangkan
kerajaan Islam pertama yang berdiri adalah di Aceh.Penyiaran Islam dilakukan
dengan secara damai oleh pedagang, kedatangan Islam ke Indonesia adalah membawa
kecerdasan dan peradaban yang tinggi (Inti dari hasil seminar Medan - panitia
seminar, 1963: 265).
Lembaga-Lembaga
pendidikan Nusantara di Indonesia Adalah :
1. Masjid dan Surau
2. Pondok Pesantren
3. Madrasah
4. Perguruan Tinggi Agama Islam
5. Majlis Taklim
DAFTAR PUSTAKA
Ø Samsul Nizam.2007 “sejarah
pendidikan Islam”. Kencanan prenada media grup; Jakarta
Ø Engku, Iskandar, dan Siti Zubaidah,”Sejarah Pendidikan Islami”, PT Remaja Rosdakarya, Bandung,2014.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar