Selasa, 07 Juni 2016

BERKEMBANGNYA ISLAM AWAL PENDIDIKAN ISLAM DI INDONESIA




BAB II

PEMBAHASAN 

2.1 Masuk dan Berkembangnya Islam Sebagai awal Pendidikan Islam di Indonesia

   Pendidikan Islam berkaitan dengan masuknya Islam ke Indonesia,Masuknya Islam ke Indonesia agak unik bila dibandingkan dengan masuknya Islam ke daerah- daerah lain. Keunikannya terlihat kepada proses masuknya Islam ke Indonesia yang relatif berbeda dengan daerah lain. Para ahli sependapat bahwa agama Islam sudah masuk ke Indonesia (khususnya Sumatra) sejak abad ke-7 atau 8 M, meskipun ketentuan tentang tahunnya secara pasti terdapat sedikit perbedaan.
Meskipun Islam sudah masuk abad ke-7 atau 8 M tersebut, ternyata dalam perkembanganya mengalami proses yang cukup lama, baru bisa mendirikan sebuah kerajaan Islam. Hal ini disebabkan, bahwa Islam itu masuk ke Indonesia dibawa oleh para pedagang dan dengan cara damai, ditambah lagi bahwa masyarakat Islam tidak begitu berambisi untuk merebut kekuasaan politik, yang menyebabkan Islam berjalan dengan damai dan wajar.
Islam masuk ke Indonesia secara damai dibawa oleh para pedagang dan muballigh. Sedangkan Islam yang masuk kedaerah lain pada umumnya banyak lewat penaklukkan, seperti masuknya Islam ke Irak, Iran (Parsi), Mesir, Afrika Utara sampai ke Andalusia.Terdapat beberapa teori tentang kedatangan Islam ke Indonesia, terutama berkenaan dengan waktu datangnya, negeri asalnya, dan pembawanya.
Sulit sekali menentukan kapan tepatnya Islam masuk ke Indonesia.Sampai sekarang belum ada bukti tertulis tentang hal tersebut.Namun, banyak teori yang memperkirakannya.Pada umumnya, teori-teori tersebut dikaitkan dengan jalur pelayaran dan perdangan antara Dunia Arab dengan Asia Timur.Dari sekian perkiraan, kebanyakan menetapkan bahwa kontak Indonesia dengan Islam terjadi sejak abad ke-7.
Pengenalan Islam di berbagai daerah di Nusantara tidak terjadi dalam waktu serentak, tetapi dalam waktu yang berbeda-beda dan mencapai masa yang panjang. Islam hadir di Jawa sekitar abad ke-11, akan tetapi baru dikenal di daerah Jawa bagian Utara, Jawa Timur, yang selanjutnya disebarkan sampai ke Jawa Barat lebih kurang sekitar abad ke-16, yaitu berkaitan dengan pengiriman tentara Kerajaan Demak ke Cirebon, Jayakarta, dan sebagian wilayah perdagangan dan perluasan pengaruh kekuasaan.
Selain dari teori India berkembang juga teori arab yang berpendapat bahwa Islam di Nusantara berasal dari arab. Teori ini juga didukung oleh sejumlah sarjana di antaranya Crawfurd, Niemann dan yang paling gigih mempertahankannya adalah Naquib Al-attas (Azra, 1994:27-28).
Menurut beberapa sumber sejarah dijelaskan bahwa selat malaka sebagai rute perdagangan yang telah lama dikenal, sebagai salah satu jalur perdagangan dari dunia timur ke barat di samping jalan barat. Penjelasan ini dapat dilihat dalam tulisan Marwati Djoined Poesponegoro dan Nugroho Notosusanto yang dikutip dari tulisan W.P. Groeneveldt, Historical Notes on Indonesia &malaya compiled from Chinese Sources.
Inti dari hasil seminar Medan yang terpenting adalah: Islam telah masuk ke Indonesia pada abad pertama hijriah dan langsung dari arab. Daerah yang mula-mula dimasuki oleh Islam adalah daerah pesisir Sumatera, sedangkan kerajaan Islam pertama yang berdiri adalah di Aceh.Penyiaran Islam dilakukan dengan secara damai oleh pedagang, kedatangan Islam ke Indonesia adalah membawa kecerdasan dan peradaban yang tinggi (panitia seminar, 1963: 265).
Seminar Medan tersebut dilanjutkan dengan seminar di Banda Aceh tahun 1978, menegaskan bahwa kerajaan Islam pertama adalah Perlak, Lamuri, Pasai (Hasjmy, 1989:143).
Suatu hal yang dapat dikemukakan bahwa masuknya Islam ke Indonesia tidak bersamaan, ada daerah-daerah yang sejak dini telah dimasuki oleh Islam, disamping ada daerah yang terbelakang dimasuki Islam.Berkenaan dengan ini telah disepakati bersama oleh sejarawan Islam bahwa Islam pertama kali masuk ke Indonesia adalah di Sumatera. Sedangkan Islam masuk ke jawa waktunya di duga kuat berdasarkan batu nisan kubur Fatimah binti Maimun di Laren (Gresik) yang berangka tahun 475 H (1082 M). Situasi politik mempercepat penyebaran Islam di Jawa, pada saat melemahnya kerajaan Majapahit kerena perpecahan. Bupati-bupati pesisir merasa bebas dari pengaruh kekuasaan Raja Majapahit, melalui Bupati-bupati pesisir yang memeluk agama Islam, agama menjadi kekuatan baru dalam proses perkembangan masyarakat.
Kedatangan Islam ke belahan Indonesia belahan timur juga tidak dapat dipisahkan dari kegiatan perdagangan, yang diperkirakan Islam masuk kedaerah ini pada abad keempat belas Masehi.
Di Kalimantan khususnya di daerah Banjarmasin proses Islamisasi di daerah ini terjadi kira-kira tahun 1550. Adapun di Sulawesi terutama di bagian selatan telah didatangi oleh pedagang muslim pada abad ke-15 M. Menurut Tome Pires pada abad ke-16 di daerah Gowa telah terdapat pedagang muslim dan orang Portugis, yang telah melakukan hubungan dagang dengan Gowa (Poesponegoro, 1984:25).
Terbentuknya masyarakat muslim di suatu tampat adalah melalui proses yang panjang, yang dimulai dari terbentuknya pribadi-pribadi muslim sebagai hasil dari upaya para da’i. Masyarakat muslim tersebut selanjutnya menumbuhkan kerajaan Islam, tercatatlah sejumlah kerajaan-kerajaan Islam di Nusantara, seperti kerajaan Perlak, Pasai, Aceh Darussalam, Banten, Demak, Mataram, dan lain sebagainya.
Tumbuhnya pusat-pusat kekuasaan Islam di Nusantara ini jelas sangat berpengaruh sekali bagi proses Islamisasi di Indonesia. Kekuatan politik digabungkan dengan semangat para muballigh untuk mengajarkan Islam merupakan dua sayap kembar yang mempercepat tersebarnya Islam ke berbagai wilayah di Indonesia

2.2 Pendidikan Islam Pada Masa Permulaan Islam di Nusantara Sampai Periode Walisongo

Pendidikan merupakan salah satu perhatian sentral masyarakat Islam baik dalam Negara mayoritas maupun minoritas.Dalam ajaran agama Islam pendidikan mendapat posisi yang sangat penting dan tinggi. Karenanya, umat Islam selalu mempunyai perhatian yang tinggi terhadap pelaksanaan pendidikan untuk kepentingan masa depan umat Islam.
Besarnya arti pendidikan, kepentingan Islamisasi mendorong umat Islam melaksanakan pengajaran Islam kendati dalam system yang sederhana, pengajaran diberikan dengan sistem halaqahyang dilakukan di tempat-tempat ibadah semacam masjid, musallah bahkan juga di rumah-rumah ulama. Kebutuhan terhadap pendidikan mendorong masyarakat Islam di Indonesia mengadopsi dan mentransfer lembaga keagamaan dan sosial yang sudah ada (indigeneous religious and social institution) ke dalam lembaga pendidikan Islam di Indonesia.
Di Jawa, umat Islam mentransfer lembaga keagamaan Hindu-Budha menjadi pesantren; di Minangkabau mengambil Surau sebagai peninggalan adat masyarakat setempat menjadi lembaga pendidikan Islam; demikian halnya di Aceh dengan mentransfer lembaga meunasah sebagai lembaga pendidikan Islam.
Menurut Manfred, Pesantren berasal dari masa sebelum Islam serta mempunyai kesamaan dengan Budha dalam bentuk asrama. Bahwa pendidikan agama yang melembaga berabad-abad berkembang secara pararel. Pesantren berarti tempat tinggal para santri.Sedangkan istilah santri berasal dari bahasa Tamil, yang berarti guru mengaji. Menurut Robson, kata santri berasal dari bahasa Tamil “sattiri” yang diartikan sebagai orang yang tinggal di sebuah rumah miskin atau bangunan keagamaan secara umum. Meskipun terdapat perbedaan dari keduanya, namun keduanya perpendapat bahwa santri berasal dari bahasa Tamil.
Santri dalam arti guru mengaji, jika dilihat dari penomena santri.Santri adalah orang yang memperdalam agama kemudian mengajarkannya kepada umat Islam, mereka inilah yang dikenal sebagai “guru mangaji”.Santri dalam arti orang yang tinggal di sebuah rumah miskin atau bangunan keagamaan, bisa diterima karena rumusannya mengandung ciri-ciri yang berlaku bagi santri.Ketika memperdalam ilmu agama, para santri tinggal di rumah miskin, ada benarnya.Kehidupan santri dikenal sangat sederhana. Sampai tahun 60-an, pesantren dikenal dengan nama pondok, karena terbuat dari bambu.
Pada abad ke XV, pesantren telah didirikan oleh para penyebar agama Islam, diantaranya Wali Songo.Wali Songo dalam menyebarkan agama Islam mendirikan masjid dan asrama untuk santri-santri. Di Ampel Denta, Sunan Ampel telah mendirikan lembaga pendidikan Islam sebagai tempat ngelmu ataungaos pemuda Islam. Sunan Giri telah ngelmu kepada Sunan Ampel mendirikan lembaga pendidikan Islam di Giri.Dengan semakin banyaknya lembaga pendidikan Islam pesantren didirikan, agama Islam semakin tersebar sehingga dapat dikatakan bahwa lembaga-lembaga ini merupakan ujung tombak penyebaran Islam di Jawa.
Peran Wali Songo tidak terlepas dari sejarah pendidikan Islam di Nusantara. Wali Songo melalui dakwahnya berhasil mengkombinasi metoda aspek spiritual dan mengakomodasi tradisi masyarakat setempat dengan cara mendirikan pesantren, tempat dakwah dan proses belajar mengajar.
Wali songo melakukan proses Islamisasi dengan menghormati dan mengakomodasi tradisi masyarakat serta institusi pendidikan dan keagamaan sebelumnya, padepokan.Padepokan diubah secara perlahan, dilakukan perubahan sosial secara bertahap, mengambil alih pola pendidikan dan mengubah bahan dan materi yang diajarkan dan melakukan perubahan secara perlahan mengenai tata nilai dan kepercayaan masyarakat, perubahan sosial, tata nilai, dan kepercayaan.Hal ini menciptakan alkulturisasi budaya termasuk pedoman hidup masyarakat, pemenuhan kebutuhan hidup, dan operasionalisasi kebudayaan melalui pranata-pranata sosial yang ada di masyarakat, yaitu pedoman moral atau hidup, etika, estetika, dan nilai budaya (adanya simbol-simbol dan tanda-tanda).
Di Sumatera Barat, pendidikan Islam tradisional di sebut Surau. Di Minangkabau, Surau telah ada sebelum datangnya Islam, adalah merupakan tempat yang dibangun untuk tempat ibadah orang Hindu-Budha. Raja Aditiwarman telah mendirikan kompleks Surau disekitar bukit Gombak, Surau digunakan sebagai tempat berkumpul pemuda-pemuda untuk belajar ilmu agama sebagai alat yang ideal untuk memecahkan masalah-masalah sosial.
Menurut Sidi Gazalba, sebelum Islam datang di Minagkabau, Surau adalah bagian dari kebudayaan masyarakat setempat yang juga disebut “uma galang-galang”, adalah bangunan pelengkap rumah gadang.Surau dibangun oleh Indu, bagian dari suku, untuk tempat berkumpul, rapat dan tempat tidur bagi pemuda-pemuda, kadang-kadang bagi mereka yang sudah kawin, dan orang-orang tua yang sudah uzur.
Kedatangan Islam tidak merubah fungsi Surau sebagai tempat penginapan anak-anak bujang, tetapi fungsinya diperluas seperti fungsi masjid, yaitu sebagai tempat belajar membaca al-Qur’an dan dasar-dasar agama dan tempat ibadah.Namun, dari segi fungsi Surau lebih lebih luas daripada fungsi Masjid. Masjid hanya digunakan untuk shalat lima waktu, shalat jum’at, shalat ‘id. Sedangkan Surau juga digunakan shalat lima waktu, sebagai tempat belajar agama, mengaji, bermediatsi dan upacara-upacara, di samping sebagai tempat semacam asrama anak-anak bujang. Lebih lanjut Surau digunakan sebagai lembaga pendidikan Islam yang memiliki sisten yang teratur, ini dapat dibuktikan dengan didirikannnya Surau sebagai lembaga pendidikan Islam oleh Syekh Burhanuddin (1646-1691) setelah berguru kepada Syekh Abdurrauf bin Ali.Dengan demikian Surau telah berubah fungsi sebagai lembaga pendidikan dan pengajaran Islam.
Meunasah semula adalah salah satu tempat ibadah yang terdapat dalam setiap kampung di Aceh.Selanjutnya mengalami perkembangan fungsi baik sebagai tempat ibadah juga sebagai tempat pendidikan, tempat pertemuan, tempat transaksi jual-beli, dan tempat menginap para musafir, tempat membaca hikayat, dan tempat mendamaikan jika ada warga kampung yang bertikai.Sedangkan dayah adalah lembaga pendidikan yang terdapat hampir di tiap-tiap uleebalang, seperti halnya di tiap-tiap kampung harus ada meunasah. Setiap dayah memiliki sebuah balai utama sebagai tempat belajar dan salat berjama’ah. Dilihat dari mata pelajaran yang diajarkan, dayah mengkaji materi pelajaran yang  lebih tinggi daripada di meunasah.
Lembaga-lembaga pendidikan semacam Pesantren, Surau, Meunasah dan Dayah memiliki peran penting dalam mengajarkan nilai-nilai Islam, terjadi transfer ilmu, transfer nilai dan transfer perbuatan (transfer of knowledge, transfer of value, transfer of skill) sehingga mampu mencetak intelektual muslim Nusantara yang patut diperhitungkan dalam era peta pemikiran Islam.

2.3 Lembaga-Lembaga Pendidikan Islam Nusantara

Lembaga pendidikan Islam adalah wadah atau tempat berlangsungnya proses pendidikan Islam yang bersaman dengan proses pembudayaan. Proses tersebut dimulai dari lingkungan keluarga.
Dalam Islam, keluarga adalah sebagai lembaga pendidikan Islam yang pertama dan utama. Hal ini diisyaratkan dalam al-quran sebagaimana juga dipraktikkan dalam sunnah nabi Muhammad SAW.
Pada surat At-tahrim ayat 6, dengan Gembalng Allah SWT memerintahkan kepada kita untuk  menjaga dan memelihara diri dan  keluarga dari kesengsaraan dan api neraka. “Hai orang-orang beriman , peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka.” (Q.S. AT-tahrim:6).
Pada ayat lain, Nabi SAW diperintahkan untuk memberikan peringatan dan dakwah Islam kepada kaum keluarga terlebih dahulu. “Dan berilah peringatan kepada kerabat-kerabat yang terdekat”.(Q.S Asy-syura: 214)
Ini dipraktikkan oleh Rasulullah SAW dalam sunnahnya. Diantara orang-orang yang paling dahulu beriman dan masuk Islam adalah anggota keluarganya, yaitu Khodijah (Istri), Ali bin abi thalib dan zaid bin haritsah (Haikal 1984:100)
Bentuk lembaga pendidikan Islam hendaknya berpijak pada prinsip-prinsip tertentu yang telah disepakati sebelumnya, sehingga antara lembaga yang satu dan lainnya tidak terjadi tumpang tindih.
Lembaga-Lembaga pendidikan Nusantara di Indonesia Adalah :

1.      Masjid dan Surau

Secarah harfiah, masjid diartiakan sebagai tempat duduk atau setiap tempat yang dipergunakan untuk beribadah.Masjid juga berarti tempat salat berjamaah atau tempat salat untuk umum.
Masjid memegang peranan penting dalam menyelenggarakan pendidikan Islam, karna itu masjid atau surau merupakan sarana yang pokok dan mutlak di perlukan bagi perkembangan mesyarakat Islam,
a)      Masjid sebagai lembaga peradaban Islam
Masjid atau sanggar sebagai institusi pendidikan yang pertama dibentuk dalam lingkungan masyarakat muslim. Pada dasarnya, masjid atau langgar mempunyai fungsi yang tidak terlepas dari kehidupan keluarga.Al-abdi dalam bukunya Almadlehal menyatakan bahwa masjid merupakan tempat terbaik untuk kegiatan pendidikan.
Dijadikannya masjid sebagai lembaga pendidikan akan menghidupkan sunnah-sunnah Islam, menghilangkan bid’ah-bid’ah, mengembangkan hukum-hukum Tuhan, serta menghilangkan stratifikasi rasa dan status ekonomi dalam pendidikan. Dengan demikian, masjid merupakan lembaga kedua setelah keluarga, yang jenjang pendidikannya terdiri dari sekolah menengah dan sekolah tinggi dalam waktu yang sama ( Hasan Langgulung 1988: 111).
Implikasi masjid sebagai lembaga pendidikan Islam adalah:
1)      Mendidik anak untuk tetap beribadah kepada Allah SWT.
2)      Menanamkan rasa cinta pada ilmu pengetahuan, dan menanamkan solidaritas sosial serta menyadarkan hak-hak dan kewajiban sebagai insan pribadi, sosial, dan warga negara.
3)      Memberi rasa ketentraman, dan kekuatan, dan  kemakmuran potensi-potensi rohani manusia melalui pendidikan kesabaran, keberanian, kesadaran, perenungan, optimisme, dan pengadaan penelitian.

b)     Surau
Surau atau langgar adalah, semacam  masjid dalam skala lebih kecil dengan fungsi yang terbatas.Ia merupakan tempat shalat dan shalat berjama’ah dan tempat mengaji bagi anak anak. Anak anak setelah berumur 7 tahun harus di pisahkan  dari ibunya dan tidur di langgar atau surau,sambil belajar mengaji alqur’an. Surau atau langgar pada mulanya milik keluarga yang mendirikan,diwakafkan untuk kepentingan masyarakat sekitarnya.Sering terjadi,bahwa surau atau langgar berkembang,menjadi masjid.
1.       Pertumbuhan dan perkembangan masjid dan surau di Indonesia
Langgar atau surau adalah merupakan sarana yang pokok dan mutlak perlunya bagi pertumbuhan dan perkembangan masyarakat islam.Oleh karena itu dapat di duga bahwa semenjak terbentuknya komunitas komunitas muslim tersebar di berbagai daerah pantai dan pusat pusat perdagangan di Indonesia,surau surau telah didirikan bersama terbentuknya komunitas komunitas tersebut,sebelum berdirinya kerajaan kerajaan islam.Setelah tumbuhnya kerajaan kerajaan islam,maka pada setiap pusat pemerintahan atau kesultanan didirikan masjid besar atau masjid agung yang di urus oleh Raja atau Sultan.
Di pulau Jawa masjid pertama yang didirikan setelah berdirinya kerajaan islam Demak adalah masjid Sikayu sekitar tahun 1477 M yang terletak sebelah barat Semarang sekarang.Masjid tersebut  merupakan masjid sementara mendahului pembangunan masjid Agung di pusat Keraton di Demak yang di bangun oleh wali yang bergelar Sunan.
Pertumbuhan dan perkembangan surau atau langgar atas usaha sendiri dan swadaya masyarakat, baik subsidi maupun nonsubsi di, berlangsung terus menerus, keadaan surau atau langgar dapat dikelompokkan sebagai berikut:
A.     Surau atau langgar atau mushala kecil,yang hanya di gunakan sebagai tempat ibadah dan pengajian anak anak oleh keluarga pendirinya dan keluarga disekitarnya secara terbatas.Biasanya diurus oleh perseorangan.
B.      Surau atau  langgar atau mushala waqaf,yang penggunaannya oleh lingkungan keluarga yang lebih luas,dan di urus serta menjadi tanggung jawab bersama masyarakat sekitar.
C.      Surau atau mushala yang telah berkembang,fungsinya menjadi masjid,dan di gunakan untuk menyelenggarakan shalat jum’at oleh masyarakat sekitar.

2.       Fungsi  Surau
      Surau atau langgar,sebagai masjid kecil adalah merupakan sesuatu yang khas Islam di Indonesia.Surau atau langgar berdiri mendahului masjid.Namun demikian,masjid dan surau merupakan tempat khusus yang berfungsi ganda sejak awal timbunya.Secara garis besar fungsi surau dan masjid tersebut dapat di bedakan  sebagai tempat ibadah dan sebagai tempat pendidikan danpembudayaan,tempat penyelenggaraan urusan ummat.



3.       Surau atau langgar sebagai lembaga pendidikan
Surau atau langgar merupakan lembaga pendidikan  yang pertama di bentuk dalam lingkungan masyarakat muslim.Pada dasarnya surau atau langgar mempunyai fungsi yang tidak terlepas dari kehidupan keluarga.
Pendidikan surau atau langgar sebagai pendidikan tingkat dasar,biasa disebut juga sebagai pengajian Al-Qur’an.Pendidikan dan pengajaran tingkat lanjutan disebut pengajian kitab,diselenggarakan di masjid,sebagian daerah surau atau langgar berfunsi sebagai pesantren[4].Dengan demikian surau atau langgar  pada masa lalu(sebelum timbulnya dan berkembangnya madrsah).Di selenggarakan dua macam tingkatan pendidikan  yaitu,pendidikan dasar yang disebut pengajian alQur’an. Pendidikan ini berada di bawah bimbingan guru mengaji Al-Qur’an.Dan pendidikan tingkat lanjutan yang di sebut, pengajian kitab.Gurunya di sebut guru kitab.
Mereka  belajar dengan seorang guru dan belum berkelas seperti sekolah sekolah sekarang.Materi pelajarannya sangat tergantung kemampuan anak.Namun pada dasarnya anak mulai belajar dari huruf hijaiyah.Materi lainnya yangdi ajarkan adalah ibadah,yang di mulai dengan berwudhu dan shalat,melalui praktek dan contoh.Pelajaran itu dimulai dengan metode nadham dan puji pujian.
Dalam perkembangan selanjutnya system pendidikan dan pengajaran di  surau atau langgar,mengalami perubahan setelah berkembangnya madrasah.Bagi anak anak madrasah,karena telah balajar alQur’an tingkat dasar di surau  sehingga anak anak tidak perlu lagi mengikuti pengajian alQur’an.Tapi dengan demikian bukan berarti pengajian di surau di tutup karena anak anak yang tidak berkesempatan masuk madrasah (Misalnya nak anak yang belajar di sekolah dasar),masih memerlukannya.Jadi pengajian AlQur’an tersebut masih berlanjut,bahkan mengalami penyempurnaan dalam cara dan system penyelenggaraannya,yaitu dalam bentuk dan sistem pesantren diniyah ,sebagaimana yang dikenal sekarang.

2.    Pondok Pesantren

A.    Asal-Usul Pondok Pesantren dan Sejarah Perkembangannya.
Pesantren dilahirkan asal dasar kewajiban dakwah Islamiah, yakni menyebarkan dan mengembangkan ajaran Islam, sekaligus mencetak kader-kader ulama atau da’i. Pesantren sendiri menurut pengertian dasarnya adalah “ tempat belajar para santri”, sedangkan pondok berarti rumah atau tempat tinggal sederhana yang terbuat dari bambu. Disamping itu, kata “ pondok” juga berasal dari bahasa arab “funduk” yang berarti hotel atau asrama (Zamakhsyari, 1983: 18).
B.      Pesantern Sebagai Lembaga Pendidikan Islam
Mekanisme kerja pesantren mempunyai keunikan dibandingkan dengan sistem yang diterapkan dalam pendidikan pada umumnya, yaitu:
1.      Memakai sistem tradisional yang mempunyai kebebasan penuh dibandingkan dengan sekolah modern sehinggaa terjadi hubungan dua arah antara santri dan kiai.
2.      Kehidupan di pesantren menampakkan semangat demokrasi karena mereka praktis bekerja sama mengatasi problema nonkulikuler mereka.
3.      Para santri tidak mengidap penyakit simbolis, yaitu perolehan gelar ijasah karna sebagian besar pesantren tidak mengeluarkan ijasah, sedangkan santri dengan ketulusan hatinya masuk pesantren tanpa adanya ijasah tersebut. Hal itu karena tujuan utama mereka hanya ingin mencari keridhaan Allah SWT semata.
4.      Sistem pondok pesantren mengutamakan kesederhanaan, idealisme, persaudaraan, penamaan rasa percaya diri, dan keberanian hidup.
5.      Alumni pondok pesantren tidak menduduki jabatan pemerintahan, sehingga mereka hampir tidak dapat dikuasai oleh pemerintah ( Amin Rais, 1989:162).

C.     Sistem Pendidikan dan Pengajaran Pesantren
Pondok pesantren memiliki model-model pengajaran yang bersifat nonklasikal, yaitu model sistpendidikan dengan menggunakan metode pengajaran sorogan dan wetonanatau bendungan (menurut istilah dari jawa barat).
Sorogan disebut juga sebagai cara mengajar per kepala, yaitu setiap santri mendapat kesempatan tersendiri untuk memperoleh pelajaran secara langsung dari kiai. Dengan cara sorogan ini, pelajaran diberikan oleh pembantu kiai yang disebut “badal”.
Dengan metode bandungan atau halaqoh dan sering juga disebut wetonan, para santri duduk di sekitar kiai dengan membentuk lingkaran.Kiai maupun santri dalam halaqoh tersebut memegang kitab masing-masing.Meskipun pesantren tidak mengenal evaluasi secara formal, dengan pengajaran secara halaqoh ini, kemampuan para santri dapat diketahui.
Secara garis besar, pesantren sekarang dapat dibedakan atas dua macam, yaitu:
a.       Pesantren tradisional; pesantren yang masih mempertahankan sistem pengajaran tradisional dengan materi pengajaran kitab-kitab klasik yang sering disebut kitab kuning.
b.       Pesantren modern; pesantren yang berusaha mengintegrasikan secara penuh sistem sistem klasikal dan sekolah kedalam pondok pesantren. Semua santri yang masuk pondok terbagi dalam tingkatan kelas. Pe ngajian kitab-kitab klasik tidak lagi menonjol, bahkan ada yang Cuma sekedar pelengkap, dan berubah menjadi mata pelajaran atau bidang studi. Begitu juga dengan yang diterapkan seperti cara sorogan dan bandunganmulai berubah menjadi individual dalam hal belajar dan kuliah secara umum, atau studium general (Zuhairini, 1986: 65)

3.    Madrasah

A.    Kelahiran Madrasah di Dunia Islam
Madrasah merupakan isim makan dari “darasah” yang berarti “tempat duduk untuk belajar”.Istilah madrasah ini sekarang telah menyatu dengan istilah sekolah atau perguruan (terutama Islam) (MS. Poerwadarminta, 1990: 618).Madrasah sebagai lembaga pendidikan Islam, mulai didirikan dan berkembang di dunia Islam sekitar abad ke-5 H atau abad ke-10 M. Ketika penduduk naisabur mendirikan lembaga pendidikan Islam model madrasah pertama kalinya (Moh. Athiyah al-Abrasyi, 1974: 82).
B.     Lahir Dan Berkembangnya Madrasah Di Indonesia
Kehadiran madrasah sebagai lembaga pendidikan Islam setidak-tidaknya mempunyai beberapa latar belakang, di antaranya:
1. Sebagai manifestasi dan realisasi pembaharuan sistem pendidikan Islam.
2. Usaha penyempurnaan terhadap sistem pendidikan yang lebih memungkinkan lulusannya memperoleh kesempatan yang sama dengan sekolah umum, misalnya masalah kesamaan kesempatan kerja dan perolehan ijazah.
3.  Adanya sikap mental pada sementara golongan ummat Islam, khususnya santri yang terpukau pada barat sebagai sistem pendidikan modern dari hasil akulturasi (Muhaimin, 1993: 305).

C.      Sistem Pendidikan dan Pengajaran di Madrasah
Kurikulum madrasah dan sekolah-sekolah agama masih mempertahankan agama sebagai mata pelajaran pokok, walaupun persentase yang berbeda.Pada waktu pemerintah republik Indonesia, kementrian agama yang mengadakan pembinaan dan pengembangan terhadap sistem pendidikan madrasah melalui kementrian agama, merasa perlu menentukan kriteria madrasah. Kriteria yang ditetapkan oleh mentri agama untuk madrasah-madrasah yang berada dalam wewenangnya adalah harus memberikan pelajaran agama sebagai mata pelajaran pokok, paling sedikit 6 jam seminggu (I. Djumhur, 1979: 223)
Jenjang pendidikan pada madrasah tersusun sebagai berikut:
1.    Madrasah rendah (madrasah ibtidaiyah)
2.    Madrasah lanjutan tingkat pertama (madrasah tsanawiyah)
3.    Madrasah lanjutan atas (madrasah aliyah)

4.      Perguruan Tinggi Agama Islam

Umat Islam yang merupakan mayoritas dari penduduk Indonesia selalu mencari berbagai cara untuk membangun sistem pendidikan Islam yang lengkap, mulai pesantren yang sederhana sampai tingkat perguruan tinggi.
Menurut Mahmud Yunus, Islamic College pertama telah didirikan dan dibuka di bawah pimpinannya sendiri pada tanggal 9 desember 1940 di padang, sumatra barat (M.Yunus, 1985:103). Lembaga tersebut terdiri dari dua fakultas, yaitu syariat/ agama dan pendidikan serta bahasa arab. Tujuan yang ingin dicapai lembaga ini adalah mendidik ulama-ulama.
Pada tanggal 22januari 1950, sejumlah pemimpin Islam dan para ulama juga mendirikan sebuah universitas Islam di solo. Pada tahun itu juga, fakultas agama yang semula ada di Universitas Islam Indonesia Yogyakartadiserahkan ke pemerintah , yakni kementrian Agama yang kemudian dijadikan perguruan tinggi agama Islam negri (PTAIN) dengan PP No. 34 Th. 1959, yang kemudian menjadi institut agama Islam negri (IAIN).
Di samping lembaga pendidikan tinggi Islam (IAIN), pihak perguruan tinggi Islam swasta pun berkembang pesat, terlebih lagi dengan diresmikannya lembaga pendidikan tinggi Islam swasta dengan nama koordinator perguruan tinggi agama Islam swasta (KOPERTAIS) yang tersebar di berbagai daerah Indonesia.

5.      Majlis Taklim

Majlis taklim merupakan salah satu lembaga pendidikan nonformal, yang senantiasa menanamkan akhlak yang luhur dan mulia, meningkatkan kemajuan ilmu pengetahuan dan keterampilan jamaahnya, serta memberantas kebodohan umat Islam agar memperoleh kehidupan yang bahagia dan sejahtera dan di redhoi oleh Allah SWT.
a.       Pengertia dan Latar Belakang Historis Majelis Taklim
Mejelis taklim secara istilah adalah lembaga pendidikan nonformal Islam yang memiliki kurikulum sendiri, diselenggarakan secara berkala dan teratur, dan diikuti oleh jamaah yang relatif banyak dan bertujuan untuk membina dan mengembangkan hubungan yang santun dan serasi antara manusia dan Allah SWT, manusia  dan sesamanya dan manusia dan lingkungannya, dalam rangka membina masyarakat yangbertaqwa kepada Allah SWT. (Nurul Huda, 1984: 5).
Pada majlis taklim ada hal-hal yang cukup membedakan dengan yang lainnya, yaitu:
1.    Majlis taklim adalah lembaga pendidikan Islam nonformal
2.    Waktu belajarnya berkala tapi teratur, tidak setiap hari sebagaimana halnya madrasah atau sekolah.
3.    Pengikut atau pesertanya disebut jama’ah (orang banyak), bukan pelajar atau santri
4.    Tujuannya, yaitu memasyarakatkan ajaran Islam.
Di masa puncak kejayaan Islam, majlis taklim di samping dipergunakan sebagai tempat menuntut ilmu, juga menjadi tempat para ulama dan pemikir menyebarluaskan hasil penemuan atau ijtihadnya. Barangkali tidak salah bila dikatakan bahwa para ilmuan Islam dalam berbagai disiplin ilmu ketika itu, merupakan produk majlis taklim (Nurul Huda, 1984: 7)
Sebagai lembaga pendidikan nonformal, majlis taklim berfungsi:
1.    Membina dan mengembangkan ajaran Islam dalam rangka membentuk masyarakat yang bertaqwa kepada Allah SWT.
2.    Sebagai taman rekreasi rohaniah karna penyelenggaraannya bersifat santai.
3.    Sebagai ajang berlangsungnya silaturrahmi massa yang dapat menghidup suburkan dakwah dan ukhuwah Islamiah.
4.    Sebagai sarana dialog berkesinambungan antara ulama dan umara dengan umat.
5.    Sebagai media penyampaian gagasan yang bermanfaat bagi pembangunan umat dan bangsa pada umumnya (Nurul Huda, 1984: 4).
Demikianlah, lembaga-lembaga pendidikan Islam yang peranannya mancerdaskan manusia  Indonesia, khususnya umat Islam tidak diragukan lagi.sejarah mencatat bahwa hasil dari sistem pendidikan yang diselenggarakan lembaga-lembaga tersebut sangat memuaskan, bahkan menakjubkan.
Lembaga-lembaga pendidikan Islam tersebut tetaptumbuh dan berkembang mendidik dan mencerdaskan anak-anak sebagai generasi muda Indonesia yang mayoritas agama Islam, menjadi manusia Indonesia yang beragama, bersatu, dan berjiwa kebangsaan.
Dari yang dikemukakan diatas, jelas bahwa lembaga-lembaga pendidikan Islam merupakan modal dasar dalam menyusun pendidikan nasional Indonesia.

BAB III

PENUTUP


3.1 Kesimpulan
Islam telah masuk ke Indonesia pada abad pertama hijriah dan langsung dari arab. Daerah yang mula-mula dimasuki oleh Islam adalah daerah pesisir Sumatera, sedangkan kerajaan Islam pertama yang berdiri adalah di Aceh.Penyiaran Islam dilakukan dengan secara damai oleh pedagang, kedatangan Islam ke Indonesia adalah membawa kecerdasan dan peradaban yang tinggi (Inti dari hasil seminar Medan - panitia seminar, 1963: 265).

Lembaga-Lembaga pendidikan Nusantara di Indonesia Adalah :
1.      Masjid dan Surau
2.      Pondok Pesantren
3.      Madrasah
4.      Perguruan Tinggi Agama Islam
5.      Majlis Taklim






DAFTAR PUSTAKA
Ø  Samsul Nizam.2007 “sejarah pendidikan Islam”. Kencanan prenada media grup; Jakarta
Ø  Engku, Iskandar, dan Siti Zubaidah,”Sejarah Pendidikan Islami”, PT Remaja Rosdakarya, Bandung,2014.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar